Cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa yang lahir dari hasil pemikiran dan perilaku kehidupan manusia. Keberadaannya sangat penting bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan, serta kebudayaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Oleh karena itu, cagar budaya perlu dilestarikan dan dikelola dengan tepat melalui upaya perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan untuk memajukan kebudayaan nasional demi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. (UU No. 11 Tahun 2010)
Dari kutipan tersebut, kita sebagai masyarakat, khususnya generasi muda, memiliki tanggung jawab untuk melestarikan, menjaga, dan melindungi cagar budaya di sekitar kita, terutama cagar budaya lokal. Sebagai pelajar, tugas kita adalah mempelajari nilai-nilai sejarah yang terkandung dalam cagar budaya lokal demi mendukung pengembangan ilmu pengetahuan tentang sejarah daerah.
Cagar Budaya di Kota Metro, Lampung
Kota Metro, Lampung, memiliki setidaknya tujuh cagar budaya lokal yang kaya akan nilai sejarah, arsitektur, dan sosial. Beberapa di antaranya adalah:
Rumah Dokter (Dokterswoning), 1939
Terletak di Jalan Jenderal Sudirman, Metro Pusat, rumah ini dulunya merupakan rumah dinas dokter Belanda, Dr. Mas Soemarno Hadinoto. Selain menjadi tempat tinggal, bangunan ini juga pernah berfungsi sebagai pusat layanan kesehatan bagi warga transmigran. Saat ini, bangunan bergaya kolonial ini telah dialihfungsikan menjadi **Rumah Informasi Sejarah Kota Metro** dan terbuka untuk publik.
Klinik Santa Maria, 1938
Berada di Jalan A.H. Nasution, Metro Barat, bangunan ini merupakan klinik Katolik pertama di Kota Metro. Klinik ini mencerminkan keberagaman pelayanan kesehatan pada masa kolonial dan hingga kini masih berdiri dengan struktur asli.
Sumur Hibah Imopuro
Terletak di Kelurahan Imopuro, sumur ini dahulu merupakan sumber mata air utama masyarakat lokal. Sumur ini menjadi simbol kedermawanan pemerintah kolonial Belanda kepada penduduk setempat.
Sepeda Suster Ludana
Sebuah sepeda tua milik suster Belanda yang bekerja di Klinik Santa Maria. Sepeda ini menggambarkan kesederhanaan dan keseharian tenaga medis masa kolonial. Kini sepeda ini menjadi media edukatif dan dipajang untuk umum.
Rumah Asisten Wedana
Terletak di Kelurahan Imopuro, Kecamatan Metro Pusat, rumah ini dulunya merupakan rumah dinas pejabat kolonial Belanda (Wedana). Kini bangunan tersebut difungsikan sebagai **Wedana Space**, ruang publik dan galeri seni.
Menara Masjid Taqwa, 1967
Menara ini merupakan simbol perkembangan spiritual masyarakat Kota Metro. Meski bangunan masjid sempat direnovasi total pada tahun 2015, menaranya tetap dipertahankan sebagai simbol sejarah keagamaan.
Health Center (Pusat Kesehatan), 1958
Salah satu pusat layanan kesehatan pertama pasca kemerdekaan. Bangunan ini bergaya sederhana dan menjadi saksi peralihan sistem kesehatan di Kota Metro.
Peran Pelajar dalam Pelestarian Cagar Budaya
Sebagai generasi muda dan pelajar di Kota Metro, kita memiliki peran penting dalam menjaga serta menghidupkan kembali nilai-nilai sejarah yang melekat pada cagar budaya lokal. Kita dapat menciptakan ruang-ruang edukatif dan kreatif di bangunan bersejarah sebagai wujud penghargaan terhadap warisan budaya.
Melalui kegiatan seperti "Walking Tour Kota Metro: Cagar Budaya Sebagai Warisan Generasi Emas", kita dapat mempelajari sejarah secara langsung, tidak hanya melalui buku. Dengan menjelajahi dan mengamati secara langsung bangunan-bangunan cagar budaya, kita dapat merasakan kedekatan emosional dan memahami makna sejarah secara lebih mendalam.
Kegiatan ini bukan hanya menambah wawasan, tetapi juga menumbuhkan kecintaan dan kesadaran akan pentingnya pelestarian warisan budaya di tengah arus modernisasi.
Penutup
Sebagai pemuda yang ingin menjadi generasi emas, kita wajib menjaga, mempelajari, dan melestarikan cagar budaya lokal. Hal ini penting demi perkembangan pengetahuan sejarah, baik bagi diri sendiri maupun bagi generasi penerus. Cagar budaya bukan sekadar bangunan tua—melainkan saksi bisu perjalanan sejarah yang membentuk identitas kita hari ini.